Salah
satu sifat dalam diri manusia yang menjadi sumber kehancurannya adalah apa yang disebut sebagai
kesombongan. Sombong adalah perasaan dalam diri manusia bahwa ia mempunyai
berbagai kelebihan tertentu dibandingkan orang lain, di mana kelebihan tersebut
membuatnya menjadi lebih mulia sehingga harus didahulukan pendapatnya,
dihormati, dihargai, dan lain sebagainya.
وَإِذْ
قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ
وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para
malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali
Iblis; ia enggan dan takabur dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.(Q.S.
al-Baqarah: 34)
Kisah
ini mungkin sudah familiar di telinga kita. Dalam ayat di atas Allah
mengabadikan kisah Iblis yang ketika disuruh bersujud kepada Adam ia
membangkang. Apa yang menyebabkan ia berani untuk mengingkari Allah? Hal ini
disebabkan ia merasa dirinya lebih hebat dibandingkan Adam. Ia diciptakan oleh
Allah dari api, sedangkan Adam hanya dari tanah. Sebab itu ia merasa bahwa
derajatnya lebih tinggi dibandingkan Adam.
قَالَ
أَنَا خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ
Iblis
berkata: "Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api,
sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah".(Q.S. Shaad: 76)
Karena
kesombongan dan keangkuhannya Allah mengusir iblis dari surga hingga hari
kiamat datang. Allah berfirman:
فَاخْرُجْ
مِنْهَا فَإِنَّكَ رَجِيمٌ
Maka
keluarlah kamu dari surga; sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk. (Q.S.
Shaad: 77)
Para pendengar
yang insya Allah dirahmati oleh Allah,
Sikap
dan sifat semacam ini menjadikan manusia cenderung hanya memikirkan bagaimana
dirinya dihargai dan dihormati orang lain, karena merasa dirinyalah yang
“serba” dan “paling”̲ paling keren,
paling berilmu, paling benar, dan berbagai “paling” yang lainnya. Kesombongan
menimbulkan sikap angkuh dan congkak yang bisa menjadi awal sebuah permusuhan
dengan orang-orang di sekitarnya.
Permusuhan
dengan orang-orang sekitar kita adalah cara paling baik untuk menghancurkan
diri sendiri. Permusuhan tersebut menjadikan kita kehilangan berbagai
kesempatan untuk saling tolong-menolong dan bekerja sama dalam berbagai hal.
Akibatnya, akan banyak potensi dan kemungkinan pengembangan diri yang
terabaikan karena proses permusuhan ini.
Kesombongan
juga membawa kita kepada kehancuran, karena kesombongan merupakan awal dari
diri kita untuk menutupi kesadaran dan kebenaran yang timbul. Kesombongan
karena kita merasa lebih pintar dari orang lain akan membawa pada sikap
mempertahankan diri yang membabi buta, karena yang kita pentingkan adalah bahwa
orang lain yang mengikuti ide dan pandangan kita. Tolak ukurnya bukan lagi
kebenaran, bukan pula keadilan atau kebaikan, tetapi kemenangan kita.
Akibatnya, kesombongan menutupi kebenaran yang datang kepada kita.
Seperti
sebuah gelas yang sudah terisi air, orang-orang sombong tidak akan pernah mau
menerima pengetahuan dari orang lain karena merasa dirinya sudah penuh dan
tidak ada lagi yang perlu dipelajari. Orang-orang sombong akan mengabaikan
kebenaran yang disampaikan kepadanya, karena ia merasa dirinyalah yang paling
benar. Coba kita simak ayat berikut ini:
وَقَارُونَ
وَفِرْعَوْنَ وَهَامَانَ ۖ
وَلَقَدْ جَاءَهُم مُّوسَىٰ بِالْبَيِّنَاتِ فَاسْتَكْبَرُوا فِي الْأَرْضِ وَمَا
كَانُوا سَابِقِينَ
dan
(juga) Karun, Fir'aun dan Haman. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka
Musa dengan (membawa bukti-bukti) keterangan-keterangan yang nyata. Akan tetapi
mereka berlaku sombong di (muka) bumi, dan tiadalah mereka orang-orang yang
luput (dari kehancuran itu). (Q.S. al-Ankabut: 39)
Karun,
Fir’aun dan Haman disebabkan mereka tidak mau menerima kebenaran yang dibawa
oleh Nabi Musa, maka Allah menghancurkan kehidupan mereka. Harta yang mereka
sangka bisa menyelamatkan dirinya, kedududukan yang mereka banggakan, kekuasaan
yang digunakan untuk menzhalimi orang-orang yang beriman kepada Allah, semuanya
dilenyapkan oleh Allah dalam sekejap mata.
Begitulah
gambaran tentang sifat sombong dan akibat yang ditimbulkannya. Semoga sifat
tersebut jauh dari kehidupan kita. Jika hal itu ada, meskipun sedikit maka
marilah kita berusaha untuk mengosongkannya dari dalam diri kita, kemudian memasukkan
sifat rendah hati untuk mengisi tempat yang kosong itu. Jadilah seperti padi,
semakin ia berisi semakin ia merunduk. Artinya, ilmu, kekayaan, dan kelebihan lainnya
yang diamanahkan oleh Allah kepada kita, hendaklah menjadikan kita semakin tawadhu’.
Sumber: Akbar Zainudin, Man Jadda wa Jada
Sumber: Akbar Zainudin, Man Jadda wa Jada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar