Etika Berbakti Kepada Kedua Orang Tua
Zaman ini banyak kita jumpai seorang anak tidak lagi
berbakti kepada orang tuanya, yang dengan beraninya menentang keduanya.
Membantah pendapat mereka dengan nada suara yang tinggi. Dinasehati kepada
hal-hal yang mendatangkan kebaikan bagi dirinya, dianggap orang tua ikut campur
masalah pribadinya. Jika demikian, siapakah orang tua dalam pandangannya, yang
dengan usaha, pengorbanan dan doa keduanya dia bisa menikmati kenikmatan di
dunia ini?. Untuk memenuhi keinginannya, sang anak terkadang memaksa orang
tuanya atau bahkan melakukan hal-hal yang tidak pantas dilakukan pada orang
yang selalu menyayanginya.
Seperti kasus yang pernah kita dengar seorang anak yang ingin membeli handphone, namun karena ibunya tidak mempunyai uang agar bisa membelikannya sang anak dengan tanpa perasaan menendang ibunya. Perilaku mereka yang demikian itu tentu sudah tidak sejalan dengan apa yang seharusnya menjadi perhatian mereka dalam hal etika seorang anak terhadap orang tua. Padahal Allah swt telah berfirman dalam surat al-Isra’ ayat 23-24:
Seperti kasus yang pernah kita dengar seorang anak yang ingin membeli handphone, namun karena ibunya tidak mempunyai uang agar bisa membelikannya sang anak dengan tanpa perasaan menendang ibunya. Perilaku mereka yang demikian itu tentu sudah tidak sejalan dengan apa yang seharusnya menjadi perhatian mereka dalam hal etika seorang anak terhadap orang tua. Padahal Allah swt telah berfirman dalam surat al-Isra’ ayat 23-24:
وَقَضَى رَبُّكَ
أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا
يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا
أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً . وَاخْفِضْ
لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا
رَبَّيَانِي صَغِيراً.
“Dan Tuhanmu
telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".”
Dan
Rasulullah saw. juga bersabda:
مَا بَرَّ اَبَاهُ
مَنْ سَدَّدَ اِلَيْهِ الطَّرْفَ بِالْغَضَبِ
“Tidak
dinamakan berbakti kepada ayah, seorang anak yang melototkan pandangan matanya
kepada ayahnya dengan pandangan marah”.
Ayat dan hadis di atas memberikan petunjuk
kepada kita dengan jelas tentang bagaimana seharusnya berperilaku terhadap orang tua. Di
antaranya adalah mentaati perintah mereka, kecuali dalam hal yang bersifat
maksiat, berbicara kepada mereka dengan penuh kelembutan dan sopan santun,
memuliakan keduanya, banyak berdo’a dan memohon ampun untuk mereka berdua, tidak
mengeraskan suara di depan keduanya, dan masih banyak lagi cara yang bisa
dilakukan untuk berbakti pada mereka berdua.
Mengenai etika ini, penyusun kitab Majmu’uz-Zawaid
mengisahkan berikut ini:
Abu Ghassan Adh-Dhabby berkata; “Aku keluar berjalan
bersama ayahku ketika terik panas”. Kemudian Abu Hurairah bertemu denganku, ia
bertanya, “Siapa orang ini?” Aku menjawab, “Ayahku”. Ia berkata, “Janganlah
engkau berjalan di depan ayahmu, tetapi berjalanlah di belakang atau di
sampingnya. Janganlah engkau membiarkan seseorang menghalangi di antara kamu
dan ayahmu. Janganlah engkau berjalan di atas tempat ayahmu. Dan janganlah
engkau memakan tulang (yang sebagian dagingnya telah diambil), sedang ayahmu
melihatnya, karena barangkali ayahmu menginginkannya.”
Kisah di atas menceritakan tentang bagaimana
orang-orang salaf berbakti kepada orang tuanya. Mereka sangat menjaga
perasaan orang tuanya supaya tidak tersakiti disebabkan perbuatan yang dianggap
sepele.
Dalam Pasal 19 point a Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dinyatakan
bahwa setiap anak berkewajiban untuk menghormati orang tua, wali, dan guru.
Agar harapan ini bisa tercapai dan anak
melakukan kewajibannya secara baik sesuai dengan yang diinginkan oleh Islam,
maka menjadi tugas dan tanggunggungjawab pendidik dalam memediasinya. Terutama orang tua
sendiri sebagai pendidik pertama hendaknya mendidik anaknya sejak kecil dengan
baik, selanjutnya guru yang diamanahi memberikan ilmu pengetahuan dan moral di berbagai
ranah pendidikan formal. Peran serta masyarakat dan tokoh-tokoh agama juga
menjadi faktor ketercapaian tujuan tersebut.
Berfungsinya semua komponen ini dan
adanya keselarasan dalam melaksanakan tanggungjawab itu, maka anak akan
berperilaku mulia kepada orang tua sesuai dengan ajaran Islam karena sudah
dididik sejak kecil. Sebab, keutamaan berbuat baik kepada keduanya merupakan
sumber segala keutamaan sosial. Oleh karena itu, sangat mudah bagi anak yang
terdidik dalam berbuat baik dan menghormati orang tua untuk terdididik pula
dalam menghormati tetangga, orang dewasa, guru, bahkan seluruh umat manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar